Ketua
Umum Saudagar Muda Minang, Fahira Fahmi Idris saat bertabayun dengan pihak
Multivision terlihat marah besar. Dengan suara meninggi, putri mantan Menteri
Perindustrian Fahmi Idris ini, menggertak dan menciutkan hati sutradara film
tersebut, Hestu Saputra. Hestu banyak merunduk dan matanya berkaca-kaca.
“Kami
datang ke Multivion dalam rangka tabayun, dan menyatakan keberatan kami
terhadap film Cinta Tapi Beda, yang sudah melakukan penghinaan pada Islam ada
adat Minangkabau,” tegas Fahira.
Fahira idris |
Produser
Raam Pujabi, Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra (sutradara) dituntut untuk
minta maaf kepada masyarakat Minang dan umat Islam , serta menarik film tidak
bermutuh itu dari perdaran, temasuk untuk tidak mengedarkan film itu melalui
VCD maupun DVD.
Fahira
menilai, banyak kelalaian yang dlakukan pihak Multivision. Ketika ditanya,
siapa ahli adat yang ditemui sebelum film tersebut dibuat? Mereka tidak mampu
menjawab. Pihak Multivion mengaku hanya bertemu seorang Romo di sebuah gereja
Katederal. Ini menunjukan keberpihakan Multivison dalam mensiarkan filmnya.
Dengan
suara lantang, Fahira lalu mencecar Hestu (sang sutradara muda) agar menyebut
nama Romo yang dimaksud. “Saya tidak akan keluar dari ruang ini, sebelum anda
menyebut dengan siapa anda berkonsultasi? Nanti akan saya datangi, orang yang
anda bilang telah memberi keterangan terkait riset film ini.” Telihat, Hestu
tertunduk dan gemetar. Ingin rasanya dia agar masalah ini cepat selesai.
Fahira
menegaskan, Film Cinta Tapi Beda, merupakan film propaganda untuk mengajak anak
muda nikah beda agama. “Bayangkan, jika anak alay mengajak pacarnya beda agama
nonton film ini, lalu mereka akan durhaka kepada orang tuanya yang melarang
niatnya nikah beda agama. Dampak dari film ini adalah, seorang anak yang
tadinya hormat dan patuh, lalu melabrak adat, agama dan orang tua demi cinta.”
Film
ini film percintaan. Tapi kata Fahira, film ini justru terlalu menuhankan
cinta, tapi tidak mencintai Tuhan. Buktinya, dalam film ini, Hanung
mengajarkan, kalau mau nikah beda agama, maki saja ibu bapakmu, hadapi aral
melintang.
“Film
ini sangat jelas menghina Islam. Dalam film tersebut digambarkan, Islam
dikalahkan oleh Katolik secara dominan. Islam harus mengalah, dimana seorang
Muslim memasak daging babi rica-rica, karena sayang sama pacarnya. Padahal,
seorang cheff tidak mungkin tidak mencicipi masakannya.”
Lebih
lanjut Fahira mengatakan, Islam dan Adat Minang tidak dihormati. Jika ingin
toleran, kenapa tidak membeli saja makanan halal, bukan malah ke restoran Cina
yang menjajakan daging babi. Hanung sangat lancing sekali.
“Kita
tahu, Islam di Indonesia, tidak melegalkan nikah beda agama. Begitu juga
Katolik. Tapi dalam film itu ada pihak yang sengaja mengusung untuk menikah
beda agama sebagai suatu yang legal. Itulah sebabnya, kenapa kami marah dan
menggugat film tersebut. Kami tidak ingin, jangan sampai lahir Hanung-hanung
lainnya yang mengatasnamakan kebebasan berekpresi, lalu menginjak agama,
merusak moral anak bangsa,” tandas Fahira.
Fahira
menilai, film Cinta Tapi Beda tidak ada sedikitpun mengajarkan nilai moral yang
baik. Film ini sangat buruk, riset yang dilakukan sutradaranya sangat lemah,
lalai, dan gegabah. Jika film ini tidak juga ditarik, maka proses hukum akan
terus berjalan.
“Seperti
diketahui, pembuatan film yang banyak menggunakan simbol padang, tidak izin
dengan Pemda setempat. Saya pun jika menjadi sutradara tidak berani dan
sembarang membuat film terkait etnis Maluku, jika tanpa riset yang mendalam.
Karena memang saya bukan orang Maluku."
Untuk
meredam kemarahan masyarakat Minang, pihak Multivision dalam pembelaannya,
sempat berjanji akan memperbaiki scene (adegan) yang dianggap melukai
masyarakat Minang. Pihak Multivision sempat berdalih, bahwa Diana (sebagai
Katolik) adalah pendatang yang besar di Padang. Namun, Fahira menolak usulan
Multivision untuk menambahkan dan menguangi film tersebut dalam bentuk
apapun.
“Nasi
sudah jadi bubur. Film ini sudah ditonton ribuan mata, dan sangat melukai."