Shabat sumuagratis kali ini akan membagikan informasi seputar film buatan seorang sutradara Hanung Bramantyo. Film ini mendapat kecaman karena banyak mengandung unsur pelecehan agama dll. Berikut beritanya, jika rekan-rekan sumugratis sudah pernah menontonnya silahkan simpulkan sendiri ya.. dan beri penilaiannya melalui komentar di blog ini :
1. Perempuan Berkalung Sorban
Wanita berkalung sorban |
Wajar
seorang Budayawan berkelas seperti Taufik Ismail begitu kaget. Budaya, yang
menjadi bidangnya, kini jadi wasilah untuk menyudutkan umat Islam.
Sikap
Taufik Ismail ini didukung oleh sineas senior lainnya, Misbach Yusa Biran. Misbach
menyebut film garapan Hanung Bramantyo tersebut sebagai propaganda buruk
terhadap pesantren.
”Saya
tidak bisa menahan diri,” tulis Misbach. ”Inti cerita Perempuan Berkalung
Sorban ini menurut saya sangat merugikan Islam dan merupakan propaganda buruk
tentang pesantren.”
Misbach
menuliskan dalam film ini pesantren digambarkan sebagai tempat pendidikan yang
sumpek dengan pemikirannya sangat terbelakang. ”Dewasa ini pesantren kecil di
pedesaan terpencilpun rasanya sudah tidak ada yang begitu buruk pemahamannya,”
katanya.
Bahkan
di film ini, kata Misbach, kiai lulusan Mesir begitu digambarkan seperti
seorang yang dungu karena tidak membenarkan orang membaca selain Al Qur’an.
”Sehingga seolah-olah perguruan tinggi Islam di Mesir juga digambarkan sangat
terbelakang.”
2. Film “?” (Tanda Tanya)
Tanda Tanya |
Ada
tayangan seorang muslim memerankan Yesus di Gereja. Muslimah yang disudutkan
mau bekerja di tempat yang menjual makanan haram. Bahkan puncaknya Hanung
menganggap sepele perkara pemurtadan. “Aku pindah agama bukan berarti aku
mengkhianati Tuhan,” ungkap Rika, tokoh utama dalam Film ?.
Maka
itu, mungkin saja Hanung menganggap sepele untuk urusan akidah. Bahkan secara
tega, suami Zaskia Mecca ini memainkan pemeran murtad untuk tokoh sekaliber KH.
Ahmad Dahlan yang kuat melawan Kristenisasi di Film Sang Pencerah.
Di
awal-awal film itu, penonton sudah disengat dengan hal yang sensitif, seperti
adegan penusukan terhadap seorang pendeta bernama Albertus. Tidak jelas apa
motif penusukan yang dilakukan oleh seseorang yang berpenampilan preman
tersebut. Meski tidak menunjuk hidung secara langsung, namun ada kesan Hanung
hendak menggiring sterotype buruk, seolah yang suka melakukan tindakan anakis
datang dari kelompok agama tertentu.
Adegan
selanjutnya, tanpa alasan yang jelas pula, sekelompok pemuda Islam bersarung
dan berpeci tiba-tiba mencerca seorang keturunan Cina dengan panggilan ”Cino”
(menyebut Cina dengan logat Jawa). Dalam film ini, Hanung banyak menggunakan
simbolik-simbolik sensasi yang didramatisir, yang berpangkal dari sebuah
kemarahan terpendam.
Dangan
dalih toleransi, Hanung juga menciptakan adegan seorang Muslimah berkerudung
yang merasa nyaman bekerja di sebuah rumah makan (restoran) yang menyajikan
daging babi yang diharamkan oleh Islam. Toleransi ala Hanung ingin mengesankan,
bahwa muslimah yang diperankan oleh Revalina S Temat adalah muslimah yang
ideal, yang bisa menghargai sebuah perbedaan. Meski tidak sampai memakannya,
tidak terlihat kegalauan hati dari seorang Muslimah, seolah daging babi bukan
sesuatu yang diharamkan.
Di
sela adegan itu, ada seorang Muslimah yang menolak bekerja di sebuah restoran
yang sama, dengan alasan prinsip agama yang dipegang. Namun, cara pandang
Hanung yang keliru, ingin menunjukkan bahwa Muslimah yang menolak bekerja di
restoran Cina karena menyajikan daging babi itu sabagai muslimah yang tidak
toleran.
Kepribadian
Hanung sendiri dinilai bermasalah. Pada saat proses pembuatan film Ayat-Ayat
Cinta yang berlangsung saat bulan Ramadhan ia mengaku tidak menjalankan
kewajiban puasa dan shalat. Tanpa rasa sungkan, Hanung berkata jujur saat
diwawancarai Radio KBR 68 H, Rabu 27 Oktober 2010.
“Saya
tidak melakukan salat apa pun. Saya tidak salat. Itu pada saat bulan Ramadhan.
Saya juga tidak puasa dan tidak berdoa. Saya mencoba untuk berkesenian total
dan saya percaya dengan kemampuan otak saya,” katanya.
3. Cinta Tapi Beda
Di
akhir tahun 2012, ‘Film Cinta Tapi Beda’ mengawali petualangan Hanung dalam
dunia perfilman. Film ini mengisahkan dua muda-mudi yang berbeda keyakinan.
Untuk film ini, Hanung juga menggandeng sutradara Hestu Saputra dan musisi
Eross Candra, yang juga pelaku cinta beda agama.
Film
ini tentu menggiring pembaca untuk membenarkan pernikahan beda agama. Padahal
ini adalah perkara sensitif dalam Islam karena sudah menyangkut akidah.
Hanung
pun kemudian juga harus menghadapi protes dari umat Islam Minangkabau. Keluarga
Mahasiswa Minang Jaya (KMM Jaya) mendesak Hanung Bramantyo meminta maaf kepada
masyarakat Minangkabau sekaligus menghentikan penayangan film tersebut di
bisokop-bioskop.
“Kami
pengurus pengurus pusat Keluarga Mahasiswa Minangkabau Jaya (KMM JAYA) sangat
terusik (terhina) dengan film ini,” kata pengurus pusat KMM Jaya Muhammad Rozi.
Ketua
Umum Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) Kota Payakumbuh
Indra Zahur Datuak Rajo Simarajo dan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Payakumbuh
Haji Mismardi, juga terang-terangan, meminta film ”Cinta Tapi Beda”, dari
peredaran. ”Jangan sampai ada yang beredar atau diputar lagi, apalagi di
Payakumbuh,” kata mereka.
Menurut
Indra Zahur dan Mismardi, film Cinta Tapi Beda, sangat tidak sesuai dengan
ajaran adat Minang. ”Sejak leluhur kita mengajarkan nilai-nilai kehidupan,
beragama, berkorong berkampung, nilai-nilai Islam tetap melekat dalam ajaran
adat Minang. Artinya, orang Minang itu adalah kaum muslim dan muslimah,
pemeluk Islam.
”Kalau
ia tak beragama Islam, itu bukan orang Minang. Kami takut, film ini akan
merusak sendi-sendi adat dan budaya masyarakat Minang dalam berkehidupan
sehari-hari yang sangat menjaga hubungan antar sesama. Kami mencurigai, ada
keinginan terselubung dari orang-orang yang ikut mendukung film tersebut
ditayangkan. Misalnya, ingin menghancurkan adat dan budaya masyarakat Minang,”
kata Indra Zahur dan Buya Mismardi.